Rabu, 24 Agustus 2016

Berani Tiada Tara

Sesekali kita perlu menambah wawasan mengenai sejarah Negeri ini..

Namanya mungkin baru kita baca sekarang: Zainal Mustafa. Siapa dia? Baiklah, sebelum sy menulis riwayat hidupnya, mari kita buka dengan “opening”, saat seluruh ulama di Singaparna dikumpulkan di alun2 oleh serdadu Jepang tahun 1942. Dengan senapan dan sangkur teracung, serdadu Jepang menyuruh para ulama melakukan seikerei. Apa itu seikerei? Upacara penghormatan kepada kaisar Jepang, dengan membungkukkan kepala ke arah matahari terbit.

Zainal Mustafa berdiri gagah, menolak mentah-mentah membungkukkan badan. Bahkan saat dia tinggal sendirian--ulama lain terpaksa melakukannya, bahkan saat serdadu Jepang berteriak2, muncrat ludahnya memaksa dia bungkuk, senapan siap ditembakkan, sangkur kemilau siap menembus leher, Zainal Mustafa tetap berdiri. Dia tahu persis, dia adalah muslim, satu-satunya kiblat adalah Ka’bah. Satu-satunya penyembahan, adalah pada Tuhan. Bukan pada kaisar yang sama-sama manusia, apalagi pada matahari. Pagi itu, baru tahu serdadu Jepang kalau ada ulama di Singaparna yg berani melawan mereka. Dialah Zainal Mustafa, bukan kali itu dia melakukannya, bahkan saat Belanda berkuasa sebelumnya, Zainal sudah dua kali dipenjara karena melawan Belanda, tetap tidak kapok.

Siapa Zainal Mustafa? Dia adalah ulama yg lahir di Baguer, Singaparna, Tasikmalaya tahun 1899. Wafat tahun 1944 di tangan serdadu Jepang.

Nama kecilnya Hudaeni. Dan sejak kecil Hudaeni memang nampak spesial. Semangat sekolahnya amat tinggi--wabilkhusus dalam ilmu2 agama. Dia menamatkan SR, lantas dari satu pesantren ke pesantren lain menimba ilmu agama, termasuk ke Mekah, saat menunaikan ibadah haji, bertukar pikiran dengan ulama2 sana. Tahun 1927, pulang dari Mekah, di usia yg masih muda, 28 tahun, dia mendirikan pesantren di Tasikmalaya.

Ilmunya luas, kepemimpinannya kuat, dia salah-satu ulama yg dihormati. Dan prinsipnya soal kemerdekaan jelas sekali, bahwa penjajah seharusnya diusir, bukan malah ditakuti. Penjajah harusnya dilawan habis2an, bukan malah ditaati. Sejak tahun 1940, bukan rahasia lagi jika Zainal Mustafa menjadikan pesantrennya sebagai basis perlawanan kepada penjajah Belanda. Ceramah2nya menusuk, khotbahnya menggetarkan semangat rakyat, mengobarkan semangat cinta tanah air. Jangan tanya berapa kali dia diturunkan dari mimbar gara2 ceramah, dengan senjata teracung. Periode 1941-1942, dua kali dia dimasukkan ke dalam penjara oleh Belanda.

Pada masa Jepang berkuasa (1942), dimulailah babak baru perlawanan yg lebih sengit. Lebih serius, dan hidup mati. Jepang berkali2 berusaha ‘menaklukkan’ ulama yg satu ini, mulai dari membujuknya, mengancamnya, mengirim serdadu, dsbgnya, tidak ada yg berhasil. Penting sekali memikat hati Ulama, agar program Jepang seperti kerja romusha, dll berjalan lancar. Tapi mana mau Zainal Mustafa mendukungnya. Habis akal, Jepang memakai strategi lawas (adu domba), pesantren Zainal Mustafa diserbu oleh penduduk yg termakan hasut, ditambah sedadu Jepang. Kalah jumlah, kalah persenjataan, pesantren itu ‘hancur lebur’, santri2 terkapar meninggal, sisanya ditangkapi. Juga banyak rakyat lain yg mendukung pesantren ditangkapi, dijebloskan ke penjara, dengan tuduhan memberontak pada Jepang. Pesantren ditutup total.

Sejak peristiwa itu, Zainal Mustafa dibawa Jepang ke Jakarta untuk diadili. Tidak ada yang tahu bagaimana proses pengadilan itu berjalan. Belakangan yg diketahui hanyalah Zainal Mustafa telah dieksekusi mati tahun itu juga. Secuil info bilang jika dia dimakamkan di sekitaran Ancol Jakarta. 30 tahun berlalu, melalui penelusuran tiada lelah dari bekas santrinya, akhirnya makam Zainal Mustafa diketahui, tahun 1973, makam itu dipindahkan ke tanah kelahiran Zainal Mustafa, ke Tasikmalaya.

Kenanglah Zainal Mustafa. Ulama besar yang berdiri gagah di bawah ancaman senapan dan sangkur, menolak mentah2 menyembah Kaisar dan simbol Matahari. Dia menatap tenang, wajahnya tetap tenteram, bahkan saat ancaman kematian dekat sekali padanya. Kenanglah beliau, yang gagah berani melawan ketidakadilan, kezaliman di hadapannya.

*Tere Liye

**kalian akan tumbuh dengan pemahaman spesial jika rajin membaca sejarah bangsa sendiri. pahlawan2 di sekitar kita. jika kalian tertarik lebih detail, ayo di cari buku2nya, dicari kisah2nya. bila perlu datangi lokasinya, bertanya pada orang2 yg masih mengingat kisah ini secara turun-temurun.

Dikutip dari :  Tere Liye

Tidak ada komentar:

Posting Komentar